Selasa, 29 Agustus 2017

Ketidakseimbangan Rezim Menindak Hoax

Kita minggu ini dihebohkan dengan adanya Saracen. Saracen adalah grup yang memproduksi konten SARA. Grup itu memproduksi konten provokatif dengan mengeksploitasi konten suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA) sejak November 2015. Menurut penjelasan pihak Kepolisian Negara RI, sindikat anggota Saracen tersebar di Indonesia. Tiga orang telah ditangkap, yakni JAS yang disebut sebagai Ketua Saracen, MFT yang disebut sebagai Ketua Bidang Media Informasi Saracen, dan SRN sebagai Koordinator Wilayah Jawa Barat. Mengutip penjelasan Kepala Subdirektorat I Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar, sekitar 800.000 akun di media sosial bekerja untuk menyebarkan konten yang diproduksi Saracen.

Jika kita lihat dari adanya pernyataan bahwa Saracen berdiri pada kubu calon presiden yang kalah dalam pemilihan umum yang lalu. Kita juga harus bisa melihat aksi kepolisian yang juga menangkap media-media mainstream seringkali memanipulasi berita untuk tujuan-tujuan tertentu. Berita yang disajikan pun tergantung dari para pemilik media yang selama ikut-ikutan berpolitik memerintahkan pimpinan redaksinya memuat berita yang tidak netral.

Kompa*, Metr* TV, det*k.com, BeritaSat*, dicurigai sebagai media yang pro kepada pemerintahan dan anti kepada kelompok Islam.  Tentunya kita masih ingat kejadian reporter Metr* TV yang diusir oleh kerumunan pendemo dalam peristiwa 212, reporter Metr* TV diteriaki oleh pendemo sebagai Metro Tipu. Julukan Metro Tipu muncul akibat Metr* TV tidak mewartakan berita secara seimbang dan bahkan seringkali memelintir  berita untuk kepentingan tertentu. Metr* TV dianggap sebagai media televisi yang sering memberitakan berita bohong atau hoax. Selain stasiun televisi yang memberitakan berita hoax ada juga media online yang selama ini sering menghina pihak-pihak yang tidak pro kepada pemerintah. Contohnya seperti sew*rd.com dan Gerily*politik.

Mereka juga seringkali mengumbar hal-hal yang berbau sara di sosial yang menghina tokoh-tokoh Islam. Namun sayangnya pihak kepolisian sampai dengan saat ini tidak pernah menangkap redaktur sew*rd.com maupun Gerily*politik. Padahal sebenarnya pemilik sew*rd.com pernah mengungkapkan bahwa ia merupakan penulis freelance dengan berita-berita yang kontroversial yang juga dibayar oleh pihak pihak ketiga.

Keseimbangan rezim bertindak tidak bisa kita lihat. Apalagi kepolisian berada dibawah eksekutif. Jika kita melihat aksi kepolisian memberantas hoax dengan cara-cara tak mengaplikasi equality before the law.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar