Kota Bukittinggi pada zaman
kolonial Belanda disebut dengan Fort de Kock dan dahulunya dijuluki sebagi
Parijs van Sumatra selain kota sejarah kota Bukittinggi juga dikenal akan
pariwisatanya dengan pemandangan yang indah, pegunungan yang elok, ngarai yang
eksotis, kota ini memiliki hubungan persaudaraan yang baik dengan Seremban di
Negri Sembilan, Malaysia yang disebut juga dengan kota kembar / kota bersaudara
(Sister City) Yang disepakati melalui upacara Peresmian dan penanda tanganan
pernyataan bersama Kota Bersaudara antara Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat
II Bukittinggi, Propinsi Sumatera Barat, Indonesia dengan - Majelis Perbandaran
Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia, yang dilangsungkan tanggal 6 Desember 1986
di Bukittinggi.
Kota Bukittinggi dibangun pada
tahun 1784. Pembangunan ini ditandai dengan pembangunan cikal bakal kota
Bukittinggi yaitu dimulai darisebuah
pasar, yang didirikan
dan dikelola oleh
para penghulu Nagari
Kurai. Pada awalnya Pasar itu diadakan setiap hari Sabtu, kemudian
setelah semakin ramai diadakan pula setiap hari Rabu. Oleh karena pasar itu
terletak di salah satu bukit yang tertinggi maka lama kelamaan berubah menjadi
Bukittinggi. Akhirnya nama Bukittinggi itu pun digunakan untuk menyebut pasar,
sekaligus masyarakat Nagari
Kurai. Sebelum kedatangan
Belanda di daerah Dataran Tinggi Agam (1823), pasar Bukittinggi telah
ramai didatangi oleh pedagang dan penduduk sekitarnya. Sampai sekarang kegiatan
pasar Bukittinggi tetap hidup. Banyak juga pedagang berasal dari luar daerah
Bukittinggi. Ini menandakan Bukittinggi menjadi kota penting bagi perekonomian
Sumatera Barat.
Peran Bukittinggi dalam bidang
pariwisata juga sangat penting. Sebagaimana yang kita ketahui pariwisata adalah
suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan
dari suatu tempat ke tempat lain. Dengan maksud bukan untuk berusaha atau
mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata- mata untuk menikmati
perjalanan tersebut untuk bertamasya dan rekreasi serta dalam memenuhi keinginan
yang beraneka ragam (Yoeti, 1993). Undang-undang republik Indonesia
No. 10 tahun 2009, Bab II pasal 3, menyatakan bahwa kepariwisataan berfungsi
memenuhi kebutuhan jasmani, rohani serta intelektual setiap wisatawan dengan
rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan Negara untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat, Pariwisata diharapkan dapat memacu dan memobilitas
pertumbuhan perekonomian masyarakat, jika keindahan alam ini dikelola dengan
baik maka akan menghasilkan income dan meningkatkan pembangunan yang
berkelanjutan terhadap daerah-daerah tersebut.
Dalam Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS) menempatkan 50 Destinasi Pariwisata (DPN)
yang tersebar di 33 provinsi, dan 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional
(KSPN) yang mencakup 50 DPN. secara rinci dijelaskan dalam ayat 1 dan 2 pasal
10 PP No. 50 tahun 2011, dan kota Bukittinggi termasuk kedalam salah satu
target daerah DPN tersebut, sekaligus didukung oleh perda nomor 25 tahun 1987
sebagai daerah Pengembangan Pariwisata dan Kota Tujuan Wisata utama di Propinsi
Sumatera Barat dengan dicanangkannya kota Bukittinggi sebagai “Kota Wisata”
terhitung semenjak tanggal 11 Maret 1984.
Bidang Kepariwisataan ditetapkan
sebagai potensi unggulan daerah Kota Bukittinggi adalah berangkat dari kondisi
alam dan geografis Kota Bukittinggi itu sendiri. Posisinya yang strategis
merupakan segitiga perlintasan menuju daerah utara, timur dan selatan Sumatera.
Serta dengan dikelilingi oleh tiga gunung yaitu Gunung Marapi, Singgalang dan
Sago seakan menjadi tonggak penyangga untuk memperkokoh kota Bukittinggi.
Inilah yang menyebabkan kota Bukittinggi disebut juga sebagai “Kota Tri Arga”
yang memiliki cuaca berhawa sejuk.
Disamping itu Bukittinggi juga
dilengkapi dengan peninggalan sejarah yang dapat diketgorikan sebagai keajaiban
seperti, Lobang Jepang, benteng Fort De Kock, jam Gadang, Rumah Kelahiran Bung
Hatta, Museum Tri Arga dan lain sebagainya. Hal ini membuktikan Bukittinggi
sebagai kota tua yang sarat dengan sejarah, salah satunya yang selalu melekat
dengan sejarah bangsa yaitu Bukittinggi menjadi Ibu Kota Republik pada masa
kemerdekaan Indonesia yang di kenal dengan pemerintahan darurat republik
Indonesia (PDRI) pada bulan Desember 1949 – Juli 1950. Kota ini berada di
tengah-tengah dan berbatasan langsung dengan kecamatan-kecamatan yang ada di
kabupaten agam dan memiliki akses perlintasan dari dalam dan luar provinsi
Sumatera Barat
Selain adanya dukungan sejarah, pemerintah
serta dukungan alam. Wisata Bukittinggi juga mendapat pengakuan dari traveler
atau wisatawan. Pesona keindahan kota dengan hawa sejuk (dingin) ini
mengalahkan daya tarik Bandung, Yogyakarta bahkan Jakarta hingga Denpasar di
Bali yang selama ini disebut-sebut sebagai kota favoritnya para traveler, baik
wisatawan nusantara (Winus) maupun wisatawan mancanegara (Wisman). Bukittinggi menduduki
peringkat pertama dalam jajak pendapat tentang persepsi "Kota Terindah
(The Most Beautiful City) di Indonesia (Theranking.com, 2014). Oleh karena itu
membutuhkan dukungan fasilitas pendukung, dalam hal ini penulis menyarankan
adanya bandara dan reaktivasi kereta api di Bukittinggi. Dengan menggunakan
pesawat terbang dan kesedian bandara
serta adanya kereta api akan mendukung banyaknya wisatawan untuk datang
ke suatu daerah.
Perkembangan pariwisata di
Bukittinggi didukung letak strategis kota ini yang berada di tengah Provinsi
Sumatera Barat dan merupakan daerah transit antara Sumatera Bagian Utara,
Selatan, dan Timur sehingga menjadikan kota ini sebagai pusat jasa dan
perdagangan, pusat industri rakyat/kerajinan rakyat, pusat pelayanan kesehatan,
hingga berkembang menjadi kota pilihan penyelenggara berbagai kegiatan seminar,
lokakarya, pendidikan, dan pelatihan di Provinsi Sumatera Barat (Nawawi, 2005).
Jumlah pengunjung wisata ke Bukittinggi semakin meningkat
dari tahun ke
tahun.
Semakin meningkatnya jumlah pengunjung seharusnya memacu pemerintah
daerah Bukittinggi mengupayakan peningkatan fasilitas wisata
untuk memenuhi kebutuhan para pengunjung yang dapat menunjang kegiatan wisata,
seperti pembangunan penginapan (hotel), penyediaan rumah makan (restoran),
pengadaan jasa perjalanan wisata hingga penjualan kerajinan rakyat serta
membangun bandara dan mengaktifkan kembali kereta api.
Mengenai fasilitas pariwisata
disuatu lokasi menjadi dua bagian yaitu fasiliatas primer dan penunjang. Dengan
adanya kondisi jalan yang berkualitas baik dan bertata rapi, maka jumlah
wisatawan yang akan mendatangi suatu daerah wisata akan semakin banyak dan juga
untuk menunjang mobilitas wisatawan di daerah wisata selama masa liburannya.
(Jansen-Verbeke,1995). Apalagi jika didukung dengan fasilitas penunjang wisata berupa
bandara dan kereta api.
Dari segi alam, penulis melihat
wisata Bukittinggi belum terlalu memanfaatkan alam seperti perbukitan dan
sungai. Bukittinggi sangat kaya dengan bukit. Bukittinggi terdiri dari
bukit-bukit dan lembah-lembah, yang terdiri dari 27 bukit yang populer, yaitu :
Bukit Mandiangin, Bukit Ambacang, Bukit Upang- upang, Bukit Pauah, Bukit Lacia,
Bukit Jalan Aua Dalam Pasa, Bukit Cindai, Bukit Campago, Bukit Gumasik, Bukit
Gamuak, Bukit Guguak Bulek, Bukit Sangkuik, Bukit Apit Bukit Pinang Sabatang,
Bukit Malambuang, Bukit Cubadak Bungkuak, Bukit Sarang Gagak, Bukit Tambun
Tulang, Bukit Cangang, Bukit Parit Natuang, Bukit Paninjauan, Bukit Sawah
Laweh, Bukit Batarah, Bukit Panganak, Bukit Kandang Kabau, Bukit Gulimeh. Kota
Bukittinggi terletak relatif sangat dekat dengan beberapa gunung api aktif,
yaitu Gunung Singgalang, Gunung Merapi dan Gunung Tandikat.
Daerah sungai yang terdapat di Kota Bukittinggi merupakan sungai- sungai dengan lebar 6 m hingga 12 m serta sungai-sungai yang relatif lebih kecil. Sungai-sungai/batang yang mengalir yaitu : Di daerah Kota Bukittinggi: Batang Tambuo dengan lebar sungai 7 m, Batang Agam dengan lebar sungai 6 m, dan Batang Sianok dengan lebar 12 m. Lalu di daerah sekitar Kota Bukittinggi: Sungai Batang Air Katiak, Sungai Batang Serasah, dan Sungai Batang Agam. Apabila wilayah perbukitan dan sungai di Bukittinggi dikelola akan memunculkan wisata baru di Bukittinggi.
Bagi yang gemar berwisata kuliner
kota Bukittinggi juga menawarkan jajanan yang memanjakan lidah, karena terdapat
beragam makanan seperti nasi kapau, kerupuk sanjai dan berbagai makanan lain
nya yang berasal dari kota Bukittinggi. Bukittinggi dikenal juga sebagai pusat
perbelajaan yang terdapat di pasar atas dekat objek wisata jam gadang dan juga
di pasar aur. Di pasar atas banyak menjual cendera mata khas Kota Bukittinggi
yang dapat dijadikan buah tangan oleh wisatawan lokal maupun asing. Pasar aur
merupakan pusat grosir yang terkenal cukup murah di Sumatera Barat, harga nya
jauh lebih murah dibandingkan membeli langsung di pusat objek wisata di pasar
atas.
Kita sama-sama mengetahui diakhir
Januari 2013, diresmikan Janjang Koto Gadang yang selesai direvitalisasi oleh
Tokoh Parantauan Minang dibawah koordinator Tifatul Sembiring yang waktu itu
masih menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika, janjang tersebut kemudian
terkenal juga dengan Great Wall of Koto Gadang. Ini adalah objek wisata baru
yang mendapat respon luar biasa dari masyarakat pencinta traveling. Kemudian
tidak puas sampai di situ, di akhir tahun 2013, muncul lagi destinasi baru
lainnya berupa objek wisata revitalisasi dari Janjang Saribu. Revitalisasi
Pasar Banto, dan revitalisasi sarana Parkir Wowo juga telah dilakukan pada masa
Ismet Amzis.
Pekerjaan rumah yang belum terselesaikan
adalah Pembangunan Museum Sejarah Alam Bawah Tanah (MUSSABATA) yang belum
terujud meskipun benda-benda contennya sudah disumbangkan oleh Institut
Teknologi Bandung, Universitas Goethe Germany dan museum geologi dunia lainnya.
Islamic Centre baru sebatas fondasi dan tonggak mesjidnya. Mengingat saat ini Bukittinggi
bukanlah pemain tunggal wisata di Sumatera Barat. Dalam dekade 2004-2013 ini
tumbuh dan berkembang objek-objek wisata baru sebagai “pesaing” Kota
Bukittinggi sebagai Kota Wisata. Diantaranya kota Padang Panjang yang
berkembang setelah direvitalisasinya kawasan Minangkabau Village menjadi objek
wisata modern Minang Fantasi, Kota Sawahlunto dengan Kota Wisata Tambang yang
Berbudaya, dan kota/kabupaten lain yang berlomba-lomba mempromosikan objek
wisatanya, apalagi setelah berlangsungnya Even Internasional Tour de Singkarak
(TDS) yang melibatkan beberapa Daerah di Sumatera Barat.
Apalagi telah diberhentikanya
kontrak kerjasama iklan dengan perusahaan rokok sebagai bagian dari peraturan
daerah No 1 tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terhitung sejak
tanggal 1 desember 2014 maka pendapatan asli daerah (PAD) kota Bukittinggi
bakalan berkurang dari pendapatan pajak reklame rokok. Memacu pembangunan wisata-wisata
baru dengan dibarengi pembangunan bandara dan reaktivasi kereta api sangat mendesak
bagi Bukittinggi. Tujuannya sangat mulia, yaitu agar Bukittinggi dapat bersaing
menghadapi kompetiter di tingkat lokal, regional maupun internasional kedepannya.
Oleh karena itu dinas Kebudayaan dan Pariwisata maupun Pemerintah Daerah tidak
bisa bergerak sendiri, begitu juga mitra kerja dan pelaku pariwisata baik yang
bergerak di bidang jasa perhotelan, traveller, usaha kuliner, assesories,
atraksi budaya dan seni, serta masyarakat sekitar objek wisata yang bersentuhan
langsung dengan pariwisata. Untuk itulah sudah tepat Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Bukittinggi menggagas suatu gerakan Pariwisata Berbasis Masyarakat
(Community base Tourism), yang secara sederhana dapat diterjemahkan menjadi
gotong-royong dalam membangun wisata Bukittinggi.
Kita berharap pemerintah
Bukittinggi yang saat ini dipimpin Ramlan-Irwandi dan Ketua DPRD Beny Yusrial, agar
lebih memberikan perhatian khusus bagi pembangunan dan pengembangan
kepariwisataan di kota Bukittinggi dengan mengalokasikan anggaran untuk
menunjang pembangunan dan pengembangan kepariwisataan di Kota Bukittinggi yang
termasuk pada potensi unggulan bagi kota Bukittnggi dan merupakan penyumbang
PAD terbesar Kota Bukittinggi, serta meningkatkan kerjasama dengan investor
baik dalam dan luar negri untuk pembangunan dan pengembangan kepariwisataan di
Kota Bukittinggi.
Pembangunan sektor pariwisata perlu
dikembangkan dan ditingkatkan karenajika ditinjau dari aspek sosial ekonomi
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, perluasan kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan pemerintah, peningkatan penerimaan devisa dan
meningkatkan kewirausahaan Nasional. Mari kita sama-sama berjuang mewujudkan
mimpi menghadirkan bandara dan mengaktifkan kembali kereta api di Bukittinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar