Sabtu, 02 September 2017

Segera Bangun Kereta Api & Bandara di Bukittinggi

Kota Bukittinggi pada zaman kolonial Belanda disebut dengan Fort de Kock dan dahulunya dijuluki sebagi Parijs van Sumatra selain kota sejarah kota Bukittinggi juga dikenal akan pariwisatanya dengan pemandangan yang indah, pegunungan yang elok, ngarai yang eksotis, kota ini memiliki hubungan persaudaraan yang baik dengan Seremban di Negri Sembilan, Malaysia yang disebut juga dengan kota kembar / kota bersaudara (Sister City) Yang disepakati melalui upacara Peresmian dan penanda tanganan pernyataan bersama Kota Bersaudara antara Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Bukittinggi, Propinsi Sumatera Barat, Indonesia dengan - Majelis Perbandaran Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia, yang dilangsungkan tanggal 6 Desember 1986 di Bukittinggi.

Kota Bukittinggi dibangun pada tahun 1784. Pembangunan ini ditandai dengan pembangunan cikal bakal kota Bukittinggi yaitu dimulai darisebuah  pasar,  yang  didirikan  dan  dikelola  oleh  para  penghulu  Nagari  Kurai. Pada awalnya Pasar itu diadakan setiap hari Sabtu, kemudian setelah semakin ramai diadakan pula setiap hari Rabu. Oleh karena pasar itu terletak di salah satu bukit yang tertinggi maka lama kelamaan berubah menjadi Bukittinggi. Akhirnya nama Bukittinggi itu pun digunakan untuk menyebut pasar, sekaligus  masyarakat  Nagari  Kurai.  Sebelum  kedatangan  Belanda di daerah Dataran Tinggi Agam (1823), pasar Bukittinggi telah ramai didatangi oleh pedagang dan penduduk sekitarnya. Sampai sekarang kegiatan pasar Bukittinggi tetap hidup. Banyak juga pedagang berasal dari luar daerah Bukittinggi. Ini menandakan Bukittinggi menjadi kota penting bagi perekonomian Sumatera Barat.

Peran Bukittinggi dalam bidang pariwisata juga sangat penting. Sebagaimana yang kita ketahui pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain. Dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata- mata untuk menikmati perjalanan tersebut untuk bertamasya dan rekreasi serta dalam memenuhi keinginan yang beraneka ragam (Yoeti, 1993). Undang-undang republik Indonesia No. 10 tahun 2009, Bab II pasal 3, menyatakan bahwa kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani serta intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan Negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, Pariwisata diharapkan dapat memacu dan memobilitas pertumbuhan perekonomian masyarakat, jika keindahan alam ini dikelola dengan baik maka akan menghasilkan income dan meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan terhadap daerah-daerah tersebut. 

Dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS) menempatkan 50 Destinasi Pariwisata (DPN) yang tersebar di 33 provinsi, dan 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang mencakup 50 DPN. secara rinci dijelaskan dalam ayat 1 dan 2 pasal 10 PP No. 50 tahun 2011, dan kota Bukittinggi termasuk kedalam salah satu target daerah DPN tersebut, sekaligus didukung oleh perda nomor 25 tahun 1987 sebagai daerah Pengembangan Pariwisata dan Kota Tujuan Wisata utama di Propinsi Sumatera Barat dengan dicanangkannya kota Bukittinggi sebagai “Kota Wisata” terhitung semenjak tanggal 11 Maret 1984.

Bidang Kepariwisataan ditetapkan sebagai potensi unggulan daerah Kota Bukittinggi adalah berangkat dari kondisi alam dan geografis Kota Bukittinggi itu sendiri. Posisinya yang strategis merupakan segitiga perlintasan menuju daerah utara, timur dan selatan Sumatera. Serta dengan dikelilingi oleh tiga gunung yaitu Gunung Marapi, Singgalang dan Sago seakan menjadi tonggak penyangga untuk memperkokoh kota Bukittinggi. Inilah yang menyebabkan kota Bukittinggi disebut juga sebagai “Kota Tri Arga” yang memiliki cuaca berhawa sejuk.

Disamping itu Bukittinggi juga dilengkapi dengan peninggalan sejarah yang dapat diketgorikan sebagai keajaiban seperti, Lobang Jepang, benteng Fort De Kock, jam Gadang, Rumah Kelahiran Bung Hatta, Museum Tri Arga dan lain sebagainya. Hal ini membuktikan Bukittinggi sebagai kota tua yang sarat dengan sejarah, salah satunya yang selalu melekat dengan sejarah bangsa yaitu Bukittinggi menjadi Ibu Kota Republik pada masa kemerdekaan Indonesia yang di kenal dengan pemerintahan darurat republik Indonesia (PDRI) pada bulan Desember 1949 – Juli 1950. Kota ini berada di tengah-tengah dan berbatasan langsung dengan kecamatan-kecamatan yang ada di kabupaten agam dan memiliki akses perlintasan dari dalam dan luar provinsi Sumatera Barat

Selain adanya dukungan sejarah, pemerintah serta dukungan alam. Wisata Bukittinggi juga mendapat pengakuan dari traveler atau wisatawan. Pesona keindahan kota dengan hawa sejuk (dingin) ini mengalahkan daya tarik Bandung, Yogyakarta bahkan Jakarta hingga Denpasar di Bali yang selama ini disebut-sebut sebagai kota favoritnya para traveler, baik wisatawan nusantara (Winus) maupun wisatawan mancanegara (Wisman). Bukittinggi menduduki peringkat pertama dalam jajak pendapat tentang persepsi "Kota Terindah (The Most Beautiful City) di Indonesia (Theranking.com, 2014). Oleh karena itu membutuhkan dukungan fasilitas pendukung, dalam hal ini penulis menyarankan adanya bandara dan reaktivasi kereta api di Bukittinggi. Dengan menggunakan pesawat terbang dan kesedian bandara  serta adanya kereta api akan mendukung banyaknya wisatawan untuk datang ke suatu daerah.

Perkembangan pariwisata di Bukittinggi didukung letak strategis kota ini yang berada di tengah Provinsi Sumatera Barat dan merupakan daerah transit antara Sumatera Bagian Utara, Selatan, dan Timur sehingga menjadikan kota ini sebagai pusat jasa dan perdagangan, pusat industri rakyat/kerajinan rakyat, pusat pelayanan kesehatan, hingga berkembang menjadi kota pilihan penyelenggara berbagai kegiatan seminar, lokakarya, pendidikan, dan pelatihan di Provinsi Sumatera Barat (Nawawi, 2005). Jumlah pengunjung wisata ke Bukittinggi semakin   meningkat   dari   tahun   ke  tahun.

Semakin   meningkatnya jumlah pengunjung  seharusnya memacu  pemerintah  daerah  Bukittinggi  mengupayakan peningkatan fasilitas wisata untuk memenuhi kebutuhan para pengunjung yang dapat menunjang kegiatan wisata, seperti pembangunan penginapan (hotel), penyediaan rumah makan (restoran), pengadaan jasa perjalanan wisata hingga penjualan kerajinan rakyat serta membangun bandara dan mengaktifkan kembali kereta api.

Mengenai fasilitas pariwisata disuatu lokasi menjadi dua bagian yaitu fasiliatas primer dan penunjang. Dengan adanya kondisi jalan yang berkualitas baik dan bertata rapi, maka jumlah wisatawan yang akan mendatangi suatu daerah wisata akan semakin banyak dan juga untuk menunjang mobilitas wisatawan di daerah wisata selama masa liburannya. (Jansen-Verbeke,1995). Apalagi jika didukung dengan fasilitas penunjang wisata berupa bandara dan kereta api.

Dari segi alam, penulis melihat wisata Bukittinggi belum terlalu memanfaatkan alam seperti perbukitan dan sungai. Bukittinggi sangat kaya dengan bukit. Bukittinggi terdiri dari bukit-bukit dan lembah-lembah, yang terdiri dari 27 bukit yang populer, yaitu : Bukit Mandiangin, Bukit Ambacang, Bukit Upang- upang, Bukit Pauah, Bukit Lacia, Bukit Jalan Aua Dalam Pasa, Bukit Cindai, Bukit Campago, Bukit Gumasik, Bukit Gamuak, Bukit Guguak Bulek, Bukit Sangkuik, Bukit Apit Bukit Pinang Sabatang, Bukit Malambuang, Bukit Cubadak Bungkuak, Bukit Sarang Gagak, Bukit Tambun Tulang, Bukit Cangang, Bukit Parit Natuang, Bukit Paninjauan, Bukit Sawah Laweh, Bukit Batarah, Bukit Panganak, Bukit Kandang Kabau, Bukit Gulimeh. Kota Bukittinggi terletak relatif sangat dekat dengan beberapa gunung api aktif, yaitu Gunung Singgalang, Gunung Merapi dan Gunung Tandikat.

Daerah sungai yang terdapat di Kota Bukittinggi merupakan sungai- sungai dengan lebar 6 m hingga 12 m serta sungai-sungai yang relatif lebih kecil. Sungai-sungai/batang yang mengalir yaitu : Di daerah Kota Bukittinggi: Batang Tambuo dengan lebar sungai 7 m, Batang Agam dengan lebar sungai 6 m, dan Batang Sianok dengan  lebar 12 m. Lalu di daerah sekitar Kota Bukittinggi: Sungai Batang Air Katiak, Sungai Batang Serasah, dan Sungai Batang Agam. Apabila wilayah perbukitan dan sungai di Bukittinggi dikelola akan memunculkan wisata baru di Bukittinggi.

Bagi yang gemar berwisata kuliner kota Bukittinggi juga menawarkan jajanan yang memanjakan lidah, karena terdapat beragam makanan seperti nasi kapau, kerupuk sanjai dan berbagai makanan lain nya yang berasal dari kota Bukittinggi. Bukittinggi dikenal juga sebagai pusat perbelajaan yang terdapat di pasar atas dekat objek wisata jam gadang dan juga di pasar aur. Di pasar atas banyak menjual cendera mata khas Kota Bukittinggi yang dapat dijadikan buah tangan oleh wisatawan lokal maupun asing. Pasar aur merupakan pusat grosir yang terkenal cukup murah di Sumatera Barat, harga nya jauh lebih murah dibandingkan membeli langsung di pusat objek wisata di pasar atas.

Kita sama-sama mengetahui diakhir Januari 2013, diresmikan Janjang Koto Gadang yang selesai direvitalisasi oleh Tokoh Parantauan Minang dibawah koordinator Tifatul Sembiring yang waktu itu masih menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika, janjang tersebut kemudian terkenal juga dengan Great Wall of Koto Gadang. Ini adalah objek wisata baru yang mendapat respon luar biasa dari masyarakat pencinta traveling. Kemudian tidak puas sampai di situ, di akhir tahun 2013, muncul lagi destinasi baru lainnya berupa objek wisata revitalisasi dari Janjang Saribu. Revitalisasi Pasar Banto, dan revitalisasi sarana Parkir Wowo juga telah dilakukan pada masa Ismet Amzis.

Pekerjaan rumah yang belum terselesaikan adalah Pembangunan Museum Sejarah Alam Bawah Tanah (MUSSABATA) yang belum terujud meskipun benda-benda contennya sudah disumbangkan oleh Institut Teknologi Bandung, Universitas Goethe Germany dan museum geologi dunia lainnya. Islamic Centre baru sebatas fondasi dan tonggak mesjidnya. Mengingat saat ini Bukittinggi bukanlah pemain tunggal wisata di Sumatera Barat. Dalam dekade 2004-2013 ini tumbuh dan berkembang objek-objek wisata baru sebagai “pesaing” Kota Bukittinggi sebagai Kota Wisata. Diantaranya kota Padang Panjang yang berkembang setelah direvitalisasinya kawasan Minangkabau Village menjadi objek wisata modern Minang Fantasi, Kota Sawahlunto dengan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, dan kota/kabupaten lain yang berlomba-lomba mempromosikan objek wisatanya, apalagi setelah berlangsungnya Even Internasional Tour de Singkarak (TDS) yang melibatkan beberapa Daerah di Sumatera Barat.

Apalagi telah diberhentikanya kontrak kerjasama iklan dengan perusahaan rokok sebagai bagian dari peraturan daerah No 1 tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terhitung sejak tanggal 1 desember 2014 maka pendapatan asli daerah (PAD) kota Bukittinggi bakalan berkurang dari pendapatan pajak reklame rokok. Memacu pembangunan wisata-wisata baru dengan dibarengi pembangunan bandara dan reaktivasi kereta api sangat mendesak bagi Bukittinggi. Tujuannya sangat mulia, yaitu agar Bukittinggi dapat bersaing menghadapi kompetiter di tingkat lokal, regional maupun internasional kedepannya. 

Oleh karena itu dinas Kebudayaan dan Pariwisata maupun Pemerintah Daerah tidak bisa bergerak sendiri, begitu juga mitra kerja dan pelaku pariwisata baik yang bergerak di bidang jasa perhotelan, traveller, usaha kuliner, assesories, atraksi budaya dan seni, serta masyarakat sekitar objek wisata yang bersentuhan langsung dengan pariwisata. Untuk itulah sudah tepat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bukittinggi menggagas suatu gerakan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community base Tourism), yang secara sederhana dapat diterjemahkan menjadi gotong-royong dalam membangun wisata Bukittinggi.

Kita berharap pemerintah Bukittinggi yang saat ini dipimpin Ramlan-Irwandi dan Ketua DPRD Beny Yusrial, agar lebih memberikan perhatian khusus bagi pembangunan dan pengembangan kepariwisataan di kota Bukittinggi dengan mengalokasikan anggaran untuk menunjang pembangunan dan pengembangan kepariwisataan di Kota Bukittinggi yang termasuk pada potensi unggulan bagi kota Bukittnggi dan merupakan penyumbang PAD terbesar Kota Bukittinggi, serta meningkatkan kerjasama dengan investor baik dalam dan luar negri untuk pembangunan dan pengembangan kepariwisataan di Kota Bukittinggi.

Pembangunan sektor pariwisata perlu dikembangkan dan ditingkatkan karenajika ditinjau dari aspek sosial ekonomi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, perluasan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan pemerintah, peningkatan penerimaan devisa dan meningkatkan kewirausahaan Nasional. Mari kita sama-sama berjuang mewujudkan mimpi menghadirkan bandara dan mengaktifkan kembali kereta api di Bukittinggi.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar